Minggu, 30 Desember 2012

Sex Education, Solusi Anarkisme Remaja


Masa remaja adalah masa yang sangat rawan. Sifat ingin tahu dan mencoba hal-hal baru termasuk dalam hal perilaku seksual tanpa diiringi dengan informasi ataupun pengetahuan yang memadai mengenai kesehatan reproduksi akan mengakibatkan terjadinya aktivitas seksual sebelum tercapainya kematangan mental dan spiritual.

Fenomena yang berkaitan dengan masalah penyimpangan seksual remaja tercatat pada UNFPA (Data Kependudukan PBB) yang menunjukkan bahwa setiap tahunnya 15 juta remaja yang berusia 15-19 tahun telah mengandung anak dan 4,4 juta diantaranya memilih jalan aborsi yang tidak aman dan dapat merusak rahim. Sementara remaja yang memilih untuk melahirkan anaknyapun masih beresiko disebabkan usia yang belum matang untuk mengandung dan melahirkan (path.org).

Bukan hanya itu, perilaku seks bebas remaja saat ini yang sudah cukup parah terus merambat kepermasalahan lain yaitu masalah tertularnya penyakit kelamin HIV/AIDS. Dari total kasus HIV/AIDS di Indonesia yang dilaporkan pada 1 Januari -30 Juni 2012 tercatat sebanyak 9.883 kasus HIV dan 2.224 kasus AIDS, dengan 45 persen di antaranya diidap oleh kaum muda (Beritasatu.com). Salah satu sebab utama perilaku seksual pada remaja disebabkan tidak adanya keterbukaan dalam keluarga dan pelajaran mengenai pendidikan seks sejak dini






Pendidikan Seks

            Selama ini, jika berbicara soal seks, yang terbersik dalam benak sebahagian besar masyarakat adalah hubungan seks. Padahal pendidikan seks menyangkut beberapa hal mengenai dimensi biologis, yaitu berkaitan dengan organ reproduksi, cara merawat kebersihan dan kesehatan alat kelamin, dimensi psikologi dan termasuk pula pendidikan mengenai bagaimana menjalankan fungsinya sebagai makhluk seksualitas.

            Namun sayangnya, pendidikan seks yang sudah sebaiknya dimasukkan dalam kurikulum sekolah, masih saja berstatus keadaan pro kontra dalam masyarakat. Hal tersebut disebabkan masih banyaknya masyarakat yang beranggapan bahwa seks adalah hal yang tabu dan sangat vulgar untuk dibicarakan.

Pada dasarnya, pendidikan seksual bertujuan membentuk suatu sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksual dan membimbing anak dan remaja ke arah hidup dewasa yang sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya. Ketidak tahuan masyarakat mengenai tujuan pendidikan seksual menjadi tembok penghalang yang harus segera dirubuhkan demi menciptakan generasi muda yang lebih baik.

Jadi, pendidikan seks sudah seharusnya diberikan kepada anak-anak yang sudah beranjak dewasa atau remaja, baik itu pendidikan formal disekolah ataupun pendidikan informal oleh oreng tua.

Pengenalan atau pendidikan seks dapat dimulai dengan diskusi santai tentang kesehatan reproduksi oleh guru Biologi, Agama, ataupun Bimbingan Konseling (BK), dengan cara yang lebih santai dan pendekatan secara persuasif diharapkan siswa tidak malu-malu lagi berbicara dan berdiskusi mengenai seks. Membuat seminar-seminar tentang seks di sekolah dengan mengundang pakar yang lebih ahli dan pakar yang mengerti dalam urusan gaya hidup remaja sehingga penyampaian informasi dapat lebih santai dan terbuka.  


Referensi




Website Data Print



0 komentar:

Posting Komentar