This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 18 April 2011

Persepsi Penggemar Terhadap Popularitas Artis Perilaku Asusila


Seiring dengan revolusi informasi dan komunikasi, masyarakat akan semakin mudah untuk saling berhubungan serta meningkatkan mobilitas sosial. Salah satu contoh perkembangan refolusi informasi dan komunikasi yang paling dekat dengan semua kalangan adalah TV.  Dengan media TV, masyarakat akan semakin mudah dalam melihat perilaku public figure yang cenderung mengikuti   trend holliwood sehingga tidak sesuai dengan norma yang berlaku dikalangan masyarakat timur termasuk di Indonesia. Hal tersebut tentu saja  berdampak buruk kepada remaja yang sedang dalam proses imitasi dan identifikasi sehingga kami sebagai penulis merasa perlu untuk meneliti bagaimana pandangan penggemar terhadap artis pelaku asusila yang menjadi idola mereka dan mengetahui persepsi penggemar tersebut. Adapun metode yang digunakan ialah pendekatan kualitatif dalam bentuk studi kasus yang melakukan penelitian secara mendalam terhadap objek penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Maret  2010 di Kampus UNM Parantambung dan Gunung Sari.

Kau Renggut Hak Kami ; Penyalahgunaan Anggaran Pendidikan


Oleh Reski Wati Salam
Anggota LPM Penalaran UNM
Saat ini, pendidikan sudah menjadi kebutuhan primer manusia. Pendidikan bermaksud membantu manusia untuk menumbuhkembangkan potensi-potensi kemanusiaannya. Potensi kemanusiaan merupakan tombak yang dapat memanusiakannya. Ibarat biji jeruk, bagaimanapun buruknya jika ditanam dengan baik pasti akan tumbuh menjadi pohon jeruk yang dicari-cari buahnya oleh konsumen.
            Pendidikan juga merupakan salah satu kiblat keberhasilan pembangunan nasional. Oleh sebab itu, negara-negara di dunia terus berusaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan mayarakatnya, termasuk Indonesia. Demi memenuhi ambisi tersebut, pemerintah Indonesia telah menaikkan anggaran pendidikan dari tahun ketahun yaitu pada tahun 2005, anggaran pendidikan mencapai Rp 25,8 triliun, tahun 2006, anggaran pendidikan naik menjadi Rp 40,4 triliun, tahun 2007 naik menjadi Rp 44,3 triliun. Kemudian tahun 2008 meningkat menjadi Rp 49,7 triliun, dan tahun 2009 menjadi Rp 61,5 triliun atau sekitar 20 persen dari total anggaran APBN. Kendati demikian, anggaran pendidikan tersebut ternyata belum cukup untuk mensejahterakan dunia pendidikan karena adanya pihak-pihak tertentu yang tega memangkas anggaran pendidikan.
            Asumsi bahwa adanya pihak-pihak nakal tersebut dapat dilihat dalam pemaparan Direktur Pusat Kajian FISIP Universitas Indonesia (UI) Ida Ruwaida di sela-sela jumpa pers  yang ditulis dalam surat kabar yang ku baca tadi pagi. Dalam pemaparannya menyatakan sekitar 30 persen dari total anggaran pendidikan justru dialokasikan untuk operasional birokrasi, dan sedikit yang dialokasikan untuk kepentingan pendidikan.
            Miris rasanya mengetahui hal tersebut namun perih itu tentu saja akan terus bertambah karena sebenarnya masalah penting dalam anggaran pendidikan bukan hanya dalam hal penggunaan anggaran tapi juga bermasalah dalam hal mekanisme distribusi anggaran pendidikan.
            Adanya ketidakjelasan mekanisme distribusi anggaran pendidikan mengakibatkan pendidikan di Indonesia terus mengalami kelumpuahan meskipun anggaran pendidikan ditingkatkan setiap tahunnya. Bagaimana mungkin kita bermimpi memperoleh kejelasan mekanisme distribusi anggaran pendidikan sedangkan beberapa wilayah di Indonesia tidak memiliki data base yang dapat memetakan jumlah sekolah yang layak menerima bantuan. Bagaimana bisa mendistribusikan sedangkan tujuannya saja belum jelas!. Lebih lanjut, pemerintah juga kurang transparan dalam penggunaan anggarannya. Depdiknas kerap menggunakan alasan klasik untuk menghambat warga yang mau terlibat dalam penyusunan maupun pengawasan anggaran pendidikan.
            Ketidakjelasan dan ketidak adilan tersebut terus meludahi Tut Wuri Handayani. Contoh ketidak adilan tersebut bahkan sempat saya saksikan ketika teman saya yang seharusnya memperoleh beasiswa selama delapan semester hanya mendapatkan beasiswa selama satu semester. Semester berikutnya terhenti entah mengapa. Pegawai yang mengurus hal tersebut pun ikut menjahit mulut.
            Tribuntimur.com juga mencatat bahwa anggaran pendidikan 2011 sebesar Rp289 miliar untuk Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), sementara, kebijakan pemerintah ini mengusik ketidakadilan hak rakyat miskin, karena mengalokasikan Rp250 miliar untuk sekolah bertaraf nasional. Hal tersebut menunjukkan pemerintah telah mencoreng sendiri mukanya karena melakukan pemborosan. Anggaran dipuaskan kepada masyarakat yang umumnya telah kaya di kelas tersebut.
            Permasalahan-permasalahan tersebut sebenarnya sudah berlarut-larut terjadi dan telah merugikan banyak pihak khususnya pelajar sehingga harus dicarikan solusi dan jalan keluarnya. Oleh kerena itu persoalan mengenai anggaran pendidikan ini jangan dijadikan sekedar wacana saja. Harusnya ada keberanian penerapan hukum sehingga pihak-pihak yang berlaku curang terhadap anggaran pendidikan takut mengulangi perbuatannya.